Hari jumat tanggal 11 Januari ini, saya berencana ke puskesmas di kecamatan Sempor untuk mencari data kesehatan penduduk desa Kedungwringin. Ortu minta ikut, katanya pengen lihat waduk Sempor – padahal pengen jalan-jalan aja kalee…..Mengingat puskesmas belum tentu buka di hari libur kejepit, maka saya ajak ortu. Biarlah nanti beliau saya taruh di pinggir waduk, sementara saya ke puskesmas.
Kecamatan Sempor punya dua puskesmas – Sempor I dan Sempor II. Kesehatan penduduk desa Kedungwringin di bawah pengawasan puskesmas Sempor II yang terletak di desa Semali. Ternyata puskesmas buka, walau saat saya datang tidak ada pengunjung sama sekali. Puskesmas terletak di tepi sungai irigasi waduk Sempor dan jalan di depannya sunyi – hanya 1 - 2 sepeda motor melintas.
Puskesmas Sempor II diperkuat oleh seorang dokter umum, seorang dokter gigi, 7 orang bidan, 5 orang perawat, 1 orang perawat gigi, 1 orang HS (Higiene dan Sanitasi), 1 orang AA (Asisten apoteker), 2 orang tenaga administrasi, 1 orang supir dan 1 orang penjaga. Puskesmas bertanggung jawab atas kesehatan penduduk dari 7 desa yaitu desa Pekuncen, Kedung Jati, Bonosari, Semali, Kenteng, Kedungwringin dan Somagede.
Cara penduduk Kedungwringin mencapai puskesmas Sempor II adalah dengan berjalan kaki sepanjang 5 km atau jika ada uang di kantong, dengan ojek yang disewa 10-15 ribu PP. Dapat juga dengan naik perahu, kemudian ke puskesmas Sempor I yang lebih dekat.
Tenaga kesehatan (nakes) puskesmas secara periodik datang ke desa Kedungwringin untuk menyelenggarakan posyandu, dengan cara menyewa perahu 35-40 ribu – pertama saya datang ke Kedungwringin sewa perahu 75 ribu.
Ada 2 desa yang sulit dijangkau di kecamatan Sempor yaitu desa Kedungwringin dan desa Somagede. Di desa Somagede, menurut bidan desanya – kebetulan saat itu ada di puskesmas – penduduk Somagede akan minta ijin dukun bayi dulu sebelum berobat ke puskesmas. Maksudnya penduduk Somagede lebih percaya pada dukun bayi untuk mengatasi penyakitnya.
Bidan desa yang ngobrol dengan saya memberi dukungannya jika rencana pengembangan tanaman obat dijalankan di desa Kedungwringin, karena desa itu memang termasuk desa tertinggal.
“Jangan seperti program desa siaga yang dijalankan di desa Pekuncen yang terletak di dataran, mudah dijangkau dan tergolong desa maju” , kata beliau. “Kalau suatu program bisa sukses di desa yang sulit, di desa yang sudah maju akan mudah diterapkan. Jangan kebalikan………”, menurut beliau lagi.
Oke deh.........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar